Indonesia itu hebat.
Kaya sekali. Mau agrarisnya, walaupun sudah menipis, ataupun biota lautnya.
Dua-duanya merupakan kekayaan alam yang tidak semua negara di dunia ini
memilikinya. Ingin sekali aku menjelajahi semua alam di Indonesia ini. Namun,
ya semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan yang normal hmmm. Selain
butuh, budget yang besar, waktu yang luang pun sulit didapatkan. Paling tidak,
kita membutuhkan kurang lebih 1 minggu untuk merasakan the real holiday.
Okay, pembukaan tadi
membawaku untuk menceritakan perjalananku minggu lalu ke Kepulauan Seribu.
Tepatnya ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu Selatan. Ini bukan liburan pribadi,
melainkan kegiatan yang diadakan oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia IPB yang
mengharuskan pesertanya untuk melakukan kegiatan riset di Pulau Pari, sekaligus
menikmati indahnya Pulau Pari yang masih tergolong asri (baca: liburan). Jadi,
aku berangkat ke Pulau Pari ini dengan budget Rp 300.000. Tergolong murah
karena kegiatan ini sudah dipayungi oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia IPB,
sehingga biayanya pun bisa miring.
Perjalanan dimulai
tanggal 13 Mei 2016, tepatnya hari Jum’at pukul 23.00. Kami berkumpul di depan
Fakultas Ekologi Manusia untuk dimobilisasi ke dalam bus yang mengantarkan kami
ke Pelabuhan Muara Angke. Bus berangkat sekitar pukul 24.00. Perjalanan ke
Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara memakan waktu kurang lebih 2-3 jam.
Sesampainya di Muara Angke, kami semua langsung menuju kapal yang menemani kita
selama penyebrangan menuju Pulau Pari. Kukira kapal tersebut akan langsung
berangkat dini hari. Namun ternyata, kami hanya menumpang tidur saja disitu
sembari menunggu pemberangkatan kapal. Kapal akan menyebrang jika sudah penuh,
dan kapal yang kami naiki berangkat sekitar pukul 08.30. Sudah wajah jelek,
berkeringat, pusing, bau solar, uh! Sungguh perjuangan sekali untuk bisa
mencapai Pulau Pari tercinta. Penyebrangan berlangsung sekitar 2 jam. Bagi
kalian yang mabuk laut, kusarankan minum antimo agar selama penyebrangan bisa
tertidur lelap dan terhindar dari pusing serta mual-mual.
Kami tiba di Dermaga
Pulau Pari pukul 10.30. Langsung saja kami dimobilisasi oleh panitia menuju
tenda kami untuk beristirahat selama melakukan kegiatan di Pulau Pari. Tenda
kami berada di Pantai Pasir Perawan atau Virgin Beach. Sedikit “freak” bagiku,
tapi dibalik itu semua pasti ada sejarah yang terkenang.
Kegiatan berikutnya
yakni melakukan riset. Aku dan beberapa teman sekelompokku berada dalam
kelompok ekologi. Tugas kami yakni meriset tentang lingkungan di Pulau Pari.
Langsung saja kami berjalan-jalan di perkampungan di Pulau Pari tersebut.
Sekilas
Ekologi Pulau Pari
Pulau Pari dengan
Pantai Pasir Perawan-nya memiliki ekosistem laut. Yang nampak di mata kami
adalah ekosistem mangrove. Mangrove di Pulau Pari tersebut sudah dibudidayakan
sejak tahun 2008 oleh Bapak Ashari. Awalnya, mangrove tersebut oleh Bapak
Ashari hanya ditanam di depan rumah dan di belakang rumahnya, namun dengan
berjalannya waktu, mangrove-mangrove tersebut dikembangkan dan ditanam di
Pantai Pasir Perawan dan di beberapa bagian lain di Pulau Pari. Walaupun
begitu, penanaman mangrove tetap difokuskan di Pantai Pasir Perawan.
Mangrove tersebut
selama 8 tahun lamanya tidak selalu berjalan dengan mulus karena tidak semua
mangrove berhasil tumbuh. Ada beberapa mangrove yang sudah tumbuh besar, namun
ada juga yang terbawa ombak. Harga bibit mangrove sendiri sekitar Rp 2000 – Rp
2500 per batang. Pembelian biasanya terpusat di Bapak Ashari dengan syarat,
jika pemesanan lebih dari 20 bibit bisa pesan dari jauh-jauh hari. Tapi jika
kurang dari 20 bibit bisa beli langsung di Bapak Ashari.
Mangrove sendiri
dirawat oleh masyarakat dan para wisatawan. Banyak wisatawan lokal maupun asing
yang sering melakukan tanam mangrove di Pulau Pari. Ada juga beberapa
perusahaan yang sedang berlibur, mereka melakukan tanam mangrove pula.
Beralih ke wisata di
Pulau Pari. Wisata di Pulau Pari sendiri sudah berjalan sejak tahun 2010, namun
baru terkenal di masyarakat dan rame wisatawan pada tahun 2011. Khusus Pantai
Pasir Perawan sendiri dibuka oleh Tim Bapak Sami’un dan Bapak Bobby berjumlah
10 orang. Mereka setiap hari membersihkan Pantai Pasir Perawan di pagi hari.
Orang mengira, mereka melakukan pembersihan pantai karena dibayar, tapi
sesungguhnya tidak. Pantai Pasir Perawan mereka kelola sendiri dari hati.
Pendapatan tiket untuk masuk Pantai Pasir Perawan pun tidak masuk ke tim mereka
saja, tapi juga dibagi rata dengan masyaakat Pulau Pari yang berperan di
dalamnya, seperti untuk kebersihan lingkungan pantai, kebersihan
perkampungannya, pengelolaan sampah, dan sebagainya. Inisatif pembersihan
pantai juga terpusat pada sebuah forum bernama Forum Peduli Pulau Pari atau
FP3.
Kebersihan di Pulau
Pari sangat terjaga. Dahulu, pengelolaan sampah diadakan oleh beberapa pihak
pemerintah dan swasta. Seiring berjalannya waktu, karena tempat sampah rusak,
akhirnya masyarakat Pulau Pari sendiri yang berinisiatif membuat tempat sampah
untuk kebersihan Pulau Pari. Hingga saaat ini, kebersihan di Pulau Pari sangat
terjaga.
Seputar tentang sampah,
narasumber kami bercerita bahwa sampah yang sering menjadi permasalahan yakni
sampah laut. Sampah laut yang ada bukan sampah biasa. Sampah tersebut merupakan
sampah kiriman dari Jakarta. Jika Jakarta sedang mengalami banjir yang luar
biasa, sampah-sampah tersebut biasanya terdampar hingga di perairan Pulau Pari.
Menurut narasumber, masyarakat pun pernah menemukan sampah kiriman tersebut
seperti kasur dan perkakas rumah tangga. Sebuah kejadian yang membuat kelompok
kami tercengang. Begitu besarnya dampak banjir Jakarta hingga mengotori Pulau
Pari. Padahal Pulau Pari terletak cukup jauh dari Jakarta, tapi dampaknya pun
terbawa hingga perairan mereka. Sampah lainnya biasanya sampah laut seperti
lamun atau masyarakat Pari menyebutnya samuk-samuk. Lamun hanya ekosistem laut yang
terbawa ombak dan menjadi sampah di laut.
Itu dia sekilas ekologi
di Pulau Pari. Masih banyak sebenarnya, tetapi dengan waktu yang terbatas kami
tidak sempat menjelajahi dan mengetahui semua informasi ekologi di Pulau Pari.
Back
to Trip
Selesai melakukan
riset, kami semua melakukan snorkling sore itu. Snorkling kami bukan di sekitar
Pulau Pari, melainkan di dekat perairan Pulau Burung. Membutuhkan waktu 15-30
menit untuk menyebrangi lautan dan tiba di perairan Pulau Burung.
Well, bagian inilah yang
tidak bisa kusampaikan secara rinci. Bukan karena aku tidak ikut snorkling,
tapi karena aku tidak bisa renang, sehingga kegiatan snorkling ini cukup susah
kulakukan, hehehe. Dengan perlengkapan snorkling yang lengkap, ada pelampung
dan kacamata khusus snorkling, meghantarkanku ke dalam lautan yang luas.
Sungguh, terapung di lautan bukan hal yang mudah. Memang tidak membutuhkan
keahlian khusus untuk renang, tapi snorkling di lautan ini sangatlah susah.
Titik susahnya adalah melawan arus ombak laut. Bagaimana tidak, aku berada di
laut dengan kedalaman 3-5 meter, yang belum tentu perkiraanku itu betul. Bisa
saja lebih dalam. Dan itu sangat jauh dari daratan, yang mungkin saja berbagai
hal buruk bisa terjadi. Hmmm tidak perlu kusebutkan hal buruk apa yang akan
terjadi jika kita di tengah laut.
Tidak bisa renangnya
aku, bukan berarti aku tidak bisa melihat keadaan dalam laut. Sungguh, itu luar
biasa sekali. Terumbu karangnya yang warna-warni dan ikan-ikannya dengan
beragam jenis dan warna membuktikan bahwa kita tidak harus ke luar negeri untuk
mendapat itu semua! Yeah! Hahaha. Tapi sangat disayangkan sekali, aku tidak
memiliki barang dokumentasi untuk bisa mengambil keindahan laut tersebut.
Maaafff sekali yeah!
Well, mungkin hanya itu
yang bisa kuceritakan dari trip risetku 13-15 Mei 2016 lalu. Sesungguhnya bukan
pamer, aku hanya ingin bercerita bagian-bagian penting saja dari perjalananku
ini. Nanti akan ku share beberapa foto selama disana.
Untuk kalian yang ingin
melakukan trip ke Pulau Pari, mungkin bisa search google dan cari agen travel
yang menghantarkan kalian menuju perjalanan istimewa itu. Oh ya satu hal lagi,
aku tidak bisa memberi informasi mengenai homestay disana, karena tau sendiri
lah, kami semua di Pulau Pari melakukan kemah dengan tidur dibawah tenda, bukan
di dalam rumah, hehehe.
Sekian tulisan ini
kubuat, terimakasih semua pihak yang sudah menghantarkanku ke Pulau Pari ini.
Thanks to :
1. 1. BEM Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor
2. 2. Narasumber ekologi kelompok kami, yakni
: Ibu Jaimah (istri Bapak Ashari), Bapak Sami’un dan Bapak Bobby atas informasi
bagi riset kami tentang Pulau Pari.
3. 3. Teman-teman riset Kelompok 2 Ekologi,
Kak Muwakhidah (Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB) dan Anis Dumilah (Agribisnis
IPB). You guys, seruuu!
4. 4. Pendamping riset kami, Kak Alifa (Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB) dan Kak Lia (Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat).
5. 5. Teman-teman Kemah Riset, semua peserta,
dan Kakak-kakak yang membantu snorkling kami.
Terimakasih! Semoga
kita bertemu di waktu yang sama lagi. See you soon!
Tim Riset Kelompok 2 Ekologi
Pantai Pasir Perawan
Pantai Pasir Perawan
Sunrise di Pantai Pasir Perawan