Mei 27, 2016

PARI, SURGANYA KEPULAUAN SERIBU SELATAN


Indonesia itu hebat. Kaya sekali. Mau agrarisnya, walaupun sudah menipis, ataupun biota lautnya. Dua-duanya merupakan kekayaan alam yang tidak semua negara di dunia ini memilikinya. Ingin sekali aku menjelajahi semua alam di Indonesia ini. Namun, ya semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan yang normal hmmm. Selain butuh, budget yang besar, waktu yang luang pun sulit didapatkan. Paling tidak, kita membutuhkan kurang lebih 1 minggu untuk merasakan the real holiday.


Okay, pembukaan tadi membawaku untuk menceritakan perjalananku minggu lalu ke Kepulauan Seribu. Tepatnya ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu Selatan. Ini bukan liburan pribadi, melainkan kegiatan yang diadakan oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia IPB yang mengharuskan pesertanya untuk melakukan kegiatan riset di Pulau Pari, sekaligus menikmati indahnya Pulau Pari yang masih tergolong asri (baca: liburan). Jadi, aku berangkat ke Pulau Pari ini dengan budget Rp 300.000. Tergolong murah karena kegiatan ini sudah dipayungi oleh BEM Fakultas Ekologi Manusia IPB, sehingga biayanya pun bisa miring.

Perjalanan dimulai tanggal 13 Mei 2016, tepatnya hari Jum’at pukul 23.00. Kami berkumpul di depan Fakultas Ekologi Manusia untuk dimobilisasi ke dalam bus yang mengantarkan kami ke Pelabuhan Muara Angke. Bus berangkat sekitar pukul 24.00. Perjalanan ke Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara memakan waktu kurang lebih 2-3 jam. Sesampainya di Muara Angke, kami semua langsung menuju kapal yang menemani kita selama penyebrangan menuju Pulau Pari. Kukira kapal tersebut akan langsung berangkat dini hari. Namun ternyata, kami hanya menumpang tidur saja disitu sembari menunggu pemberangkatan kapal. Kapal akan menyebrang jika sudah penuh, dan kapal yang kami naiki berangkat sekitar pukul 08.30. Sudah wajah jelek, berkeringat, pusing, bau solar, uh! Sungguh perjuangan sekali untuk bisa mencapai Pulau Pari tercinta. Penyebrangan berlangsung sekitar 2 jam. Bagi kalian yang mabuk laut, kusarankan minum antimo agar selama penyebrangan bisa tertidur lelap dan terhindar dari pusing serta mual-mual.

Kami tiba di Dermaga Pulau Pari pukul 10.30. Langsung saja kami dimobilisasi oleh panitia menuju tenda kami untuk beristirahat selama melakukan kegiatan di Pulau Pari. Tenda kami berada di Pantai Pasir Perawan atau Virgin Beach. Sedikit “freak” bagiku, tapi dibalik itu semua pasti ada sejarah yang terkenang.

Kegiatan berikutnya yakni melakukan riset. Aku dan beberapa teman sekelompokku berada dalam kelompok ekologi. Tugas kami yakni meriset tentang lingkungan di Pulau Pari. Langsung saja kami berjalan-jalan di perkampungan di Pulau Pari tersebut.

Sekilas Ekologi Pulau Pari

Pulau Pari dengan Pantai Pasir Perawan-nya memiliki ekosistem laut. Yang nampak di mata kami adalah ekosistem mangrove. Mangrove di Pulau Pari tersebut sudah dibudidayakan sejak tahun 2008 oleh Bapak Ashari. Awalnya, mangrove tersebut oleh Bapak Ashari hanya ditanam di depan rumah dan di belakang rumahnya, namun dengan berjalannya waktu, mangrove-mangrove tersebut dikembangkan dan ditanam di Pantai Pasir Perawan dan di beberapa bagian lain di Pulau Pari. Walaupun begitu, penanaman mangrove tetap difokuskan di Pantai Pasir Perawan.

Mangrove tersebut selama 8 tahun lamanya tidak selalu berjalan dengan mulus karena tidak semua mangrove berhasil tumbuh. Ada beberapa mangrove yang sudah tumbuh besar, namun ada juga yang terbawa ombak. Harga bibit mangrove sendiri sekitar Rp 2000 – Rp 2500 per batang. Pembelian biasanya terpusat di Bapak Ashari dengan syarat, jika pemesanan lebih dari 20 bibit bisa pesan dari jauh-jauh hari. Tapi jika kurang dari 20 bibit bisa beli langsung di Bapak Ashari.

Mangrove sendiri dirawat oleh masyarakat dan para wisatawan. Banyak wisatawan lokal maupun asing yang sering melakukan tanam mangrove di Pulau Pari. Ada juga beberapa perusahaan yang sedang berlibur, mereka melakukan tanam mangrove pula.

Beralih ke wisata di Pulau Pari. Wisata di Pulau Pari sendiri sudah berjalan sejak tahun 2010, namun baru terkenal di masyarakat dan rame wisatawan pada tahun 2011. Khusus Pantai Pasir Perawan sendiri dibuka oleh Tim Bapak Sami’un dan Bapak Bobby berjumlah 10 orang. Mereka setiap hari membersihkan Pantai Pasir Perawan di pagi hari. Orang mengira, mereka melakukan pembersihan pantai karena dibayar, tapi sesungguhnya tidak. Pantai Pasir Perawan mereka kelola sendiri dari hati. Pendapatan tiket untuk masuk Pantai Pasir Perawan pun tidak masuk ke tim mereka saja, tapi juga dibagi rata dengan masyaakat Pulau Pari yang berperan di dalamnya, seperti untuk kebersihan lingkungan pantai, kebersihan perkampungannya, pengelolaan sampah, dan sebagainya. Inisatif pembersihan pantai juga terpusat pada sebuah forum bernama Forum Peduli Pulau Pari atau FP3.

Kebersihan di Pulau Pari sangat terjaga. Dahulu, pengelolaan sampah diadakan oleh beberapa pihak pemerintah dan swasta. Seiring berjalannya waktu, karena tempat sampah rusak, akhirnya masyarakat Pulau Pari sendiri yang berinisiatif membuat tempat sampah untuk kebersihan Pulau Pari. Hingga saaat ini, kebersihan di Pulau Pari sangat terjaga.

Seputar tentang sampah, narasumber kami bercerita bahwa sampah yang sering menjadi permasalahan yakni sampah laut. Sampah laut yang ada bukan sampah biasa. Sampah tersebut merupakan sampah kiriman dari Jakarta. Jika Jakarta sedang mengalami banjir yang luar biasa, sampah-sampah tersebut biasanya terdampar hingga di perairan Pulau Pari. Menurut narasumber, masyarakat pun pernah menemukan sampah kiriman tersebut seperti kasur dan perkakas rumah tangga. Sebuah kejadian yang membuat kelompok kami tercengang. Begitu besarnya dampak banjir Jakarta hingga mengotori Pulau Pari. Padahal Pulau Pari terletak cukup jauh dari Jakarta, tapi dampaknya pun terbawa hingga perairan mereka. Sampah lainnya biasanya sampah laut seperti lamun atau masyarakat Pari menyebutnya samuk-samuk. Lamun hanya ekosistem laut yang terbawa ombak dan menjadi sampah di laut.

Itu dia sekilas ekologi di Pulau Pari. Masih banyak sebenarnya, tetapi dengan waktu yang terbatas kami tidak sempat menjelajahi dan mengetahui semua informasi ekologi di Pulau Pari.

Back to Trip

Selesai melakukan riset, kami semua melakukan snorkling sore itu. Snorkling kami bukan di sekitar Pulau Pari, melainkan di dekat perairan Pulau Burung. Membutuhkan waktu 15-30 menit untuk menyebrangi lautan dan tiba di perairan Pulau Burung.

Well, bagian inilah yang tidak bisa kusampaikan secara rinci. Bukan karena aku tidak ikut snorkling, tapi karena aku tidak bisa renang, sehingga kegiatan snorkling ini cukup susah kulakukan, hehehe. Dengan perlengkapan snorkling yang lengkap, ada pelampung dan kacamata khusus snorkling, meghantarkanku ke dalam lautan yang luas. Sungguh, terapung di lautan bukan hal yang mudah. Memang tidak membutuhkan keahlian khusus untuk renang, tapi snorkling di lautan ini sangatlah susah. Titik susahnya adalah melawan arus ombak laut. Bagaimana tidak, aku berada di laut dengan kedalaman 3-5 meter, yang belum tentu perkiraanku itu betul. Bisa saja lebih dalam. Dan itu sangat jauh dari daratan, yang mungkin saja berbagai hal buruk bisa terjadi. Hmmm tidak perlu kusebutkan hal buruk apa yang akan terjadi jika kita di tengah laut.

Tidak bisa renangnya aku, bukan berarti aku tidak bisa melihat keadaan dalam laut. Sungguh, itu luar biasa sekali. Terumbu karangnya yang warna-warni dan ikan-ikannya dengan beragam jenis dan warna membuktikan bahwa kita tidak harus ke luar negeri untuk mendapat itu semua! Yeah! Hahaha. Tapi sangat disayangkan sekali, aku tidak memiliki barang dokumentasi untuk bisa mengambil keindahan laut tersebut. Maaafff sekali yeah!

Well, mungkin hanya itu yang bisa kuceritakan dari trip risetku 13-15 Mei 2016 lalu. Sesungguhnya bukan pamer, aku hanya ingin bercerita bagian-bagian penting saja dari perjalananku ini. Nanti akan ku share beberapa foto selama disana.

Untuk kalian yang ingin melakukan trip ke Pulau Pari, mungkin bisa search google dan cari agen travel yang menghantarkan kalian menuju perjalanan istimewa itu. Oh ya satu hal lagi, aku tidak bisa memberi informasi mengenai homestay disana, karena tau sendiri lah, kami semua di Pulau Pari melakukan kemah dengan tidur dibawah tenda, bukan di dalam rumah, hehehe.

Sekian tulisan ini kubuat, terimakasih semua pihak yang sudah menghantarkanku ke Pulau Pari ini.
Thanks to :
1.     1. BEM Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
2.   2. Narasumber ekologi kelompok kami, yakni : Ibu Jaimah (istri Bapak Ashari), Bapak Sami’un dan Bapak Bobby atas informasi bagi riset kami tentang Pulau Pari.
3.     3. Teman-teman riset Kelompok 2 Ekologi, Kak Muwakhidah (Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB) dan Anis Dumilah (Agribisnis IPB). You guys, seruuu!
4.     4. Pendamping riset kami, Kak Alifa (Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB) dan Kak Lia (Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat).
5.     5. Teman-teman Kemah Riset, semua peserta, dan Kakak-kakak yang membantu snorkling kami.


Terimakasih! Semoga kita bertemu di waktu yang sama lagi. See you soon!


Tim Riset Kelompok 2 Ekologi


Pantai Pasir Perawan


Pantai Pasir Perawan


Sunrise di Pantai Pasir Perawan

KEMANA KAMU BISA JALAN-JALAN DI JAKARTA HANYA DENGAN 100 RIBU?

photo by Nisrina Khoirunnisa diambil di jembatan penyebrangan depan Pasar Baru, Jakarta Pusat Tepat tulisan ini dibuat, wabah virus c...