Menjelajah alam
merupakan suatu tantangan yang tidak pernah membosankan, justru semakin lama
bersentuhan dengan alam, maka semakin cinta dengan alam di Indonesia ini.
Indonesia yang kaya dengan berbagai alamnya, mulai dari pantai, gunung, hingga
hutan pun menarik untuk dieksplorasi. Pernah mendengar soal kebakaran hutan di
wilayah Gunung Ciremai? Yap! Salah satu gunung dengan ketinggian kurang lebih 3.078
meter di atas permukaan laut itu menjadi salah satu daftar gunung dengan
kawasan hutannya yang sering terjadi kebakaran. Kali ini, gue bakal cerita
tentang perjalanan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dengan sejuta
pesonanya, dan sejuta kenangannya.
Sekilas tentang Gunung
Ciremai yang merupakan salah satu gunung dalam kawasan Taman Nasional Gunung
Ciremai (TNGC) ini memiliki banyak cerita. TNGC yang menjadi wilayah Kawasan
Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan, Jawa Barat dan ditetapkan sebagai taman
nasional sejak tahun 2004 ini memiliki luas sebesar 15.859,17 hektar. Statusnya
sebagai taman nasional memiliki visi sebagai sumber air utama untuk kehidupan
dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Didorong pula dengan tiga misi lainnya
yakni memantapkan perlindungan dan pengamanan, pengelolaan konservasi,
dan rehabilitasi kawasan TNGC. Kawasan TNGC pun memiliki pembagian zonasi yang
terdiri dari zona perlindungan, zona pengawetan atau konservasi, dan zona
pemanfaatan. Masing-masing zona tersebut memiliki aturan khususnya dalam hal
akses. TNGC yang berlokasi di dua kota yakni Kuningan dan Majalengka itu
berbatasan langsung dengan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, adanya zonasi
pada TNGC juga membatasi akses masyarakat sekitar terhadap sumberdaya yang ada
di TNGC.
Fyi, gue pergi kesini bersama dengan teman kuliah gue beserta dosennya dalam rangka praktikum mata kuliah Manajemen Kawasan Konservasi..
Perjalanan kami dimulai
pada Sabtu, 5 Mei 2018. Berangkat dari Bogor pukul 03.30 dan tiba di salah satu
desa penyangga TNGC yakni Desa Padang Beunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten
Kuningan. Bersama dosen kami, langsung diarahkan ke salah satu daerah wisata alam
yakni Batu Luhur. Disana, kami disuguhi pemandangan hijau yang menyejukkan
ditambah hangatnya kicauan burung.
Sekilas terkait Batu
Luhur, merupakan salah satu wisata alam di Desa Padang Beuhar yang dikelola
langsung oleh masyarakat sekitar. Pembuatan wisata ini bermula dari masyarakat
yang tidak peduli dengan TNGC karena adanya zonasi pada hutan yang menjadi sumber
mata pencaharian mereka, namun TNGC sebagai badan yang berhadapan langsung
dengan masyarakat tetap mencoba untuk bekerjasama dengan masyarakat. Meski
susah untuk bernegosiasi dengan masyarakat menggunakan segala cara, nampaknya
membuahkan hasil yang luar biasa. Ibarat pepatah sedikit demi sedikit,
lama-lama menjadi bukit. Berbagai penyuluhan yang dilakukan oleh pihak TNGC
untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya zonasi pada hutan di sekitar
Gunung Ciremai, kini menjadi hasil yang maksimal. Masyarakat menjadi sadar
bahwa zonasi hutan sangat penting, meskipun mereka tidak lagi bisa mengakses
seluruh kawasan hutan TNGC. Dengan berbekal kepercayaan dan kerjasama yang
erat, masyarakat Desa Padang Beuhar membuat tempat wisata alam salah satunya
Batu Luhur. Melalui tempat wisata tersebut, masyarakat dapat mengelola dan
memanfaatkan alam yang ada di sekitar TNGC tanpa merusak zonasi yang ditetapkan
oleh TNGC.
Usai makan siang di
Batu Luhur, menggunakan jeep yang dapat disewa dari pihak TNGC, melanjutkan
perjalanan menuju Bukit Seribu Bintang. Perjalanan dari Batu Luhur menuju Bukit
Seribu Bintang memakan waktu kurang lebih 40 menit dengan sensasi adventure yang luar biasa. Pasalnya, track menuju destinasi tersebut berupa
bebatuan dengan view pepohonan hutan
yang tinggi. Bagi para adventurer yang
belum pernah menaiki jeep dengan track berbatuan,
akan sedikit melelahkan karena kita harus menjaga posisi duduk dengan kuat agar
tidak terjatuh.
Meski perjalanan 40
menit tersebut cukup melelahkan, semua itu terbayarkan oleh pemandangan indah
di Bukit Seribu Bintang. Berbagai landscape
pemandangan yang indah mulai dari Gunung Ciremai yang berdiri megah, bukit
dan lembah di sisi lain, pemandangan kota Kuningan-Cirebon, hingga Laut Jawa
yang terhampar luas nun jauh pun terlihat di atas bukit ini. Setiba di Bukit
Seribu Bintang, kami mendirikan lima tenda yang akan diisi masing-masing tenda
4-5 orang. Kegiatan siang menjelang sore itu kami isi dengan menikmati langit
biru yang beberapa jam lagi pasti akan berubah menjadi jingga.
Soal Bukit Seribu
Bintang, sama dengan Batu Luhur dan tempat wisata alam lainnya di desa
penyangga TNGC, tempat ini juga dikelola oleh masyarakat sekitar. Lokasi
tersebut didirikan pada tahun 15 Juli 2016. Awal mula berdirinya lokasi
tersebut adalah karena adanya beberapa kejadian kebakaran di daerah Bukit
Seribu Bintang yang jenis lahannya gersang, bebatuan, dan ditumbuhi banyak
rerumputan. Kondisi yang gersang tersebut tentu berbeda dengan ekspektasi yang
tergambarkan terkait gunung dengan pohon yang rindang, dingin dan sejuk.
Kondisi ini lah yang memicu adanya kebakaran hutan di kawasan Bukit Seribu
Bintang dan sejumlah lokasi di sekitar Gunung Ciremai.
Pada
tahun 2015, sempat terjadi kebakaran hutan di kawasan TNGC salah satunya Bukit
Seribu Bintang. Saat itu, hutan di sekitar Gunung Ciremai telah dikelola oleh
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai. Melihat adanya kebakaran tersebut,
masyarakat di desa sekitar Gunung Ciremai tidak peduli dengan peristiwa itu.
Hal tersebut dikarenakan masyarakat sekitar Gunung Ciremai yang semula dapat
mengakses hutan dan mengambil hasil hutan disana, tidak diperbolehkan lagi
untuk mengambil sumberdaya hutan sejak status hutan di Gunung Ciremai berubah
menjadi hutan konservasi. Kejadian tersebut mengakibatkan masyarakat tidak
peduli lagi dengan kondisi hutan dan menganggap bahwa hutan di Gunung Ciremai
bukan menjadi urusan masyarakat lagi. Mengetahui kondisi tersebut, pihak TNGC
berusaha memberi pemahaman kepada masyarakat melalui penyuluhan. Alhasil,
masyarakat desa penyangga mulai menyadari pentingnya peduli lingkungan hutan
Gunung Ciremai, salah satunya Pak Dodo.
Guna
mengatasi kebakaran lahan di Bukit Seribu Bintang, Pak Dodo dan masyarakat
membuat sebuah kelompok masyarakat guna menanggulangi kebakaran dengan beberapa
cara, yakni pembuatan sekat bakar atau fire
break, pembuatan tiga ring
wilayah, dan pembuatan tempat wisata. Oleh karena itulah, Bukit Seribu Bintang
mulai beroperasi dan menjadi salah satu tempat wisata alam yang sering
didatangi oleh wisatawan.
Menjelang maghrib atau
sekitar pukul 17.30, langit sore kala itu mulai berubah warna menjadi jingga.
Segera kami mencari spot foto terbaik untuk mengabadikan momen bersama indahnya
langit sore, sambil menikmati udara malam yang mulai terasa dingin dan menggigil.
Sore itu pun, tidak ada satu dari kami yang mandi sore. Pasti sudah tau
alasannya, karena air disana benar-benar dingin dan tidak dapat ditahan.
![]() |
Sunset di Bukit Seribu Bintang. Pict by Fachrina Noor (@fachrinanf) |
Selesai melaksanakan Sholat
Maghrib dan Isya, kami langsung segera berburu makanan yang rupanya sudah
disiapkan malam itu oleh pihak TNGC. Dengan menu sederhana berupa nasi, sayur,
lengkap dengan lauk pauknya dan jangan sampai tertinggal teh hangat atau kopi
hangat, kami menyantap dengan lahap semuanya. Meski sudah mengisi perut dan
melakukan kegiatan kecil seperti jalan-jalan, tidak membuat badan ini bisa
terlindungi dari hawa dingin yang lebih berani menyelinap ke tubuh kami.
Buat kalian para wisatawan
yang berkunjung ke Bukit Seribu Bintang, jangan lupa juga untuk menikmati api
unggun bersama beberapa penjaga Bukit Seribu Bintang yang membantu
menghangatkan tubuh. Jika tidak, bisa jadi kalian akan tidur dengan kondisi
tubuh menggigil dan tidur pun menjadi tidak nyaman. Sambil menikmati api unggun
di bukit yang berbatasan langsung dengan hutan Gunung Ciremai, kami menikmati
indahnya bintang-bintang yang terhampar luas di langit malam. Benar-benar
terlihat jelas bintang malam itu, mungkin ini menjadi alasan kenapa bukit ini
disebut Bukit Seribu Bintang.
![]() |
Gunung Ciremai malam hari |
![]() |
Harus coba api unggun, di tanah lapang terbuka ya! |
![]() |
Picture by Fachrina Noor (@fachrinanf) |
![]() |
Lembah bebatuan jalan pulang |
Meski harus melewati pendakian
yang cukup susah dan menantang, khususnya bagi kami yang belum terbiasa dalam
hal mendaki gunung, akan menjadi pengalaman pertama dalam hidup yang istimewa.
Walaupun kami belum sampai di puncak Gunung Ciremai, tapi kami sudah merasakan
betapa indahnya Gunung Ciremai beserta seluruh pemandangannya, mulai dari
hutan, bukit, lembah, hingga langitnya yang tidak mendung sama sekali. Pak
Dodo, sebagai penjaga dari Bukit Seribu Bintang mengatakan, “Gunung Ciremai
adalah Ibu Pertiwi. Sudah sepantasnya kita menjaga ini semua dengan baik,”.
Benar kata Pak Dodo, kalau
bukan kita yang menjaga Bumi Pertiwi ini, lantas siapa lagi yang harus
merawatnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar