Nuansa KKN atau Kuliah Kerja Nyata yang sudah berlalu hampir dua bulan, kembali memenuhi pikiran gue siang ini. Waktu gue survei, jalan-jalan di sawah, berkelana di bawah teriknya matahari, pake sendal jepit sampe belang, ngajar anak-anak, belajar Sunda disana, semuanya itu masuk 'tumplek blek' ke otak gue. Mungkin karena gue gabut hari ini. Tapi, yang kali ini akan gue ceritakan adalah tentang kenangan dua kampung yang pernah gue datengin waktu KKN. Dua kampung yang terpencil, jauh dari pusat desa, terisolasi, dan penuh perjuangan...
Sebelum memulai nostalgia gue dengan dua kampung itu, gue akan menjelaskan kembali dimana gue melaksanakan KKN selama 40 hari. Tepatnya di Desa Nanggala, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang. Perjalanan menuju kecamatan ini dari Pandeglang kotanya sekitar tiga jam, dan dari Bogor total enam jam. Jauh memang, sangat pelosok. Enam jam dari Bogor ke Desa Nanggala sudah sama seperti gue naik kereta dari Jakarta ke Kendal (kampung gue di Jawa). Mungkin mendengar jauhnya saja, orang seperti gue yang mager sudah malas dahulu untuk ikut KKN karena sudah berpikir 'Kampret, jauh amat yak, sinyal gimana nih 40 hari'. Bahkan permulaan gue mengikuti KKN sangat tidak passionate karena gue kehilangan masa liburan gue yang belum tentu gue dapetin lagi di tahun depan. Tapi, apalah daya... 4 SKS must be through..
Sekilas tentang Desa Nanggala, dengan luasnya kurang lebih 2.640 ha, memiliki 19 kampung, 32 RT, 6 RW, dan 3 dusun. Awal-awal gue KKN, gue dan kawan KKN melaksanakan survei ke beberapa kampung yang ada di Desa Nanggala. Penilaian gue adalah satu. Hampir seluruh kampung di desa ini masih punya akses yang jelek. Lalu, kenapa gue hanya membahas dua kampung saja? Karena dua kampung itu lah yang dianggap memiliki jarak paling jauh dari pusat desa dengan aksesnya yang masih berbatu dibandingkan kampung lainnya.
Tentang Akses
Kampung pertama adalah Kampung Sukajaya. Kalau ditempuh dari jalan raya atau jalan utama di desa ini, menghabiskan waktu tempuh sekitar 20-30 menit menggunakan motor atau mobil. Baik, gue akan deskripsikan bagaimana perjalanan menempuh kampung ini. Pertama kali gue berkunjung ke kampung ini dibonceng oleh staf desa dengan motor. Sekitar 100 meter, jalannya sudah dicor. Namun, 2-3 km berikutnya masih jalan bebatuan. Offroad di Pasir Berbisik Bromo masih standar dibandingkan di Kampung Sukajaya ini. Jalannya masih bebatuan, kanan dan kirinya masih banyak hutan sawit dan jenis pohon lainnya, serta melewati beberapa rumah penduduk. Gue ke kampung ini saat siang hari, jadi tidak pernah terbayang bagaimana rasanya melewati jalan bebatuan selama 20 menit itu di gelap malam. Oh ya, akses menuju Kampung Sukajaya masih tanpa lampu. Terbayang? Gimana rasanya malam-malam melewati jalan bebatuan dengan kanan kirimu hutan tanpa lampu?
![]() |
Jembatan penghubung antar RT di Kampung Sukajaya |
![]() |
Salah satu spot belakang rumah Kampung Sukajaya dengan gaya tradisionalnya |
![]() |
Ini perjuangan menyebrangi 1 km sawah menuju Kampung Nangela |
Tentang Sawah
Meski aksesnya bebatuan dan bikin pantat kesakitan untuk menuju kampung ini, kabarnya Kampung Sukajaya sangat oke soal hasil sawah. Kampung ini menjadi salah satu kampung penerapan program 'Pajale' atau Padi, Jagung, Kedelai. Itu artinya, hasil panen dari kampung ini cukup maju. Oh ya, Ketua Gapoktan atau Gabungan Kelompok Tani di Desa Nanggala adalah Bapak Sadik ya tinggalnya juga di kampung ini.
Kalau Kampung Nangela, kampung ini juga kaya lahan sawah. Letak sawahnya mengitari kampung ini, dan ya soal panen, sama dengan kampung lainnya, Kampung Nangela menghasilkan dua kali panen. Permasalahannya dari hasil panen ini adalah seperti yang tadi gue bilang, susahnya transportasi dan akses untuk bisa mengangkut gabah padi yang selanjutnya akan dijual. Alhasil, keuntungan yang didapat dari panen padi juga tidak seberapa kata ketua kelompok tani di Kampung Nangela.
Tentang Pendidikan dan Anak-anak
Di Kampung Sukajaya, ada satu sekolah dasar yang berdiri disana yakni SDN 3 Nanggala. Waktu gue melaksanakan program Nanggala Mengajar disana, kebetulan bapak ibu gurunya sedang ada pelatihan kurikulum, alhasil gue dan kawan KKN mengajar seluruh murid di SD ini. Kurang lebih 90 bocah SD dengan berbagai karakter kami ajak untuk melaksanakan program hari itu. Kala itu, materi yang kami berikan adalah pembuatan vertikultur. Vertikulturnya sendiri dibuat dari aqua gelas plastik bekas yang diisi tanah gembur, bibit kangkung dan bayam, lalu disusun dengan tambang kecil secara vertikal. Selain itu, gue juga mengajak adik-adik di SD ini untuk senam pagi dan juga tebak-tebakan akademik lainnya. Yang gue simpulkan dari mengajar disini adalah.. anak-anaknya sangat cerdas-cerdas. Mereka sangat bersemangat saat kami ajak untuk berkebun. Waktu gue beri tebak-tebakan juga pada antusias. Mulai dari materi pengetahuan alam, sosial, matematika, agama, hingga bahasa inggris sekali pun. Tapi, di akhir kami mengajar dan ingin memberikan jajanan, itu bagian yang kurang gue suka. Mereka sedikit tidak sabar-an sehingga kericuhan gue sebut, sempat terjadi waktu itu. Ada yang menangis hingga berantem sekali pun.
![]() |
Bersama anak-anak SDN 3 Nanggala yang super aktif. Maaf gelap.. |
![]() |
Bersama dengan Bapak Ibu guru SDN 3 Nanggala |
Lalu Kampung Nangela, disana ada satu MI atau Madrasah Ibtidaiyah bernama MI Nurul Athfal yang menjadi tempat anak-anak kampung itu menuntut ilmu. MI Nurul Athfal tidak menjadi salah satu list sekolah yang akan kami datangi. Itu semua tiba-tiba, karena salah satu temen gue ada yang berinisiatif ingin mengajar MI ini saat kunjungan kelompok tani di kampung tersebut. Gue sebagai mahasiswa mager yang kepoan, oke-oke saja. Ternyata, oke gue itu membuahkan hasil yang baik. Anak-anak di MI Nurul Athfal juga tidak kalah antusias dengan anak-anak Kampung Sukajaya. Bedanya, sekolah disini yang didirikan oleh 7 guru saja karena terpikirkan oleh akses yang susah, anak-anak MI Nurul Athfal memiliki kemampuan non akademik yang luar biasa. Bakat mereka di dunia olahraga hingga tarik suara juga oke. Bahkan, atlet-atlet kecil cabang bulutangkis pun sempat mewakili Kecamatan Cikeusik untuk maju perlombaan di tingkat yang lebih tinggi. Gue sangat appreciate sekali dengan semangat mereka dalam mengasah bakat. Apalagi untuk seorang gue yang tidak punya bakat, mereka sangat hebat dengan segala keterbatasan lingkungannya.
![]() |
Bersama dengan anak-anak MI Nurul Athfal |
![]() |
Waktu mengajar anak-anak MI Nurul Athfal, mengajarkan soal gizi seimbang hehe.. |
![]() |
Mereka dengan bakatnya yakni Marawis alias Rebana alias Terbangan |
Kesimpulan
Seperti membuat laporan, tulisan gue ini harus ada kesimpulannya, khususon untuk kalian yang mager baca dari awal. Baik Kampung Sukajaya atau Kampung Nangela, dengan segala keterbatasannya, sama-sama hebat. Mulai dari keramahan warganya, suasana kampungnya yang adem dan bikin gue nyaman, plus anak-anaknya yang sangat asyik dan bikin gue ketagihan untuk mengabdi lagi suatu hari nanti. Dari dua kampung ini dan berbagai rangkaian kegiatan KKN gue, banyak banget pelajaran yang didapat. Pertama, gue harus bersyukur. Gue sekolah sampai tingkat universitas, dibayarin UKT setiap semester sama orang tua, uang jajan juga lancar, lingkungan gue yang bersinergis dan harmonis untuk mendukung gue menjadi orang hebat, jangan sampai kalah dengan semangat warga dari dua kampung itu. Kedua, gue harus semangat mengabdi. Melihat berbagai kondisi khususnya pendidikan yang ada disana, gue semakin terinspirasi dan meningkatkan arah jempol gue di layar HP untuk aktif mencari akun yang berfokus di bidang pengabdian. Agar tersalurkan motivasi ini dan menjadi bermanfaat.
Kampung Sukajaya dan Kampung Nangela membuat gue sadar, bahwa apapun yang gue miliki saat ini luar biasa besar dan nikmat, tanpa melulu harus memikirkan kesusahan yang mungkin sering gue alami.
Kalau kalian ingin tau lebih lanjut tentang nuansa KKN gue, bisa follow di ig gue @nisrindul dan cek highlight 'Pandeglang' as my KKN-lyfe. Jangan lupa jadi bermanfaat. Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar