Maret 05, 2018

JATUH CINTA DENGANMU, JOGJA!

Romantisnya Jogja dari Tugu Jogja

Daerah Istimewa Yogyakarta. Disingkat DIY. Terlepas dari sejarahnya, Yogyakarta memang istimewa. Selalu berhasil membuat jutaan umat manusia jatuh cinta dengan provinsi yang satu ini. Sebutan Kota Pelajar bagi Yogya membuat jutaan pelajar ingin mengemban ilmu disana. Tidak hanya ilmu, cinta dan perasaan juga terlibat saat sedang pergi ke Jogja. Lalu, kemanakah cinta kali ini bermuara? Let's start the trip!


Trip kali ini bermodal nekat. Dengan budget anak mahasiswa yang seadanya, berangkatlah gue dan kelima teman yang seper-nekatan dalam hal ngetrip ke Jogja. Actually, tujuan utama kami adalah pergi ke Pacitan. Namun, beberapa minggu sebelum perjalanan ini, sepanjang Pantai Selatan sedang mengalami 'kelabilannya'. Dikabarkan juga kalau Pacitan termasuk ke dalam salah satu wilayah yang terkena dampak labilnya. Terbukti dengan beberapa berita yang terdengar kalau jalan menuju Pacitan banyak terjadi longsor. Alhasil, Mas Bagus, supir handalan tim nekat ini memutuskan untuk tidak pergi ke Pacitan. Sebagai seorang tour leader dalam perjalanan ini, gue sedikit kecewa karena beberapa itinerary gue terbatalkan. Ya, Pantai Klayar dan Goa Gong menjadi destinasi saat itu. Walaupun pada akhirnya harus batal dan mengubah trip ke Kota Istimewa, Yogyakarta. 

Perjalanan kali ini sengaja kami buat berbeda. Gue menyarankan kepada Mas Bagus untuk berangkat malam hari agar tiba di destinasi saat sunrise dimulai. Mission accepted. Dia setuju dengan usulan gue itu. Berangkatlah kami dari Kendal, Jawa Tengah pukul 23.00 dengan perasaan senang akan mendapatkan sunrise esok paginya. Menempuh perjalanan ke Yogyakarta di malam hari sangat direkomendasikan. Perjalanannya lancar, aman, dan tepat waktu sesuai dengan saran GPS. 

Tujuan awal yang semula adalah Pantai Klayar, kami mengubahnya menjadi Pantai Sundak. Kata Google, Pantai Sundak merupakan pantai dengan sunrise terbaik di Jogja. Akhirnya destinasi awal adalah berburu sunrise di Pantai Sundak. Bekal GPS, tepat empat jam, sekitar pukul 04.00 kami tiba di sebuah pantai, dengan keadaan masih sepi.

Suara debur ombaknya terdengar dekat, benar-benar dekat sekali. Mas Bagus memasuki halaman parkir yang sebenarnya adalah tempat parkir para guest yang menginap di villa sana. Tapi ada mas-mas tukang parkir yang bilang, tidak apa-apa parkir disitu. Sama aja. Turunlah kami dari mobil, meregangkan otot di warung dekat villa. Lupa apa nama villanya hehe.

Sambil menunggu Subuh, kami ngopi sambil ngobrol ditemani angin pantai yang sepoi menghembus ke hati. Begini nih yang bikin rindu Jogja.. Ketenangan dan keramahannya yang bikin jatuh hati. Tidak hanya hembusan anginnya, keramahan bapak penjaga warung kopi yang kami singgahi juga membuat perspektif bagus lagi soal Jogja. Jogja memang..

Pagi itu ternyata tidak ada sunrise. Padahal kami berlima sudah menunggu-nunggu sejak subuh. Tapi bukan jadi masalah, karena pantai yang kami datangi pagi itu lumayan worth it. Apalagi untuk mahasiswa yang jarang 'chillin' on the morning. Yang lebih untungnya lagi, trip kita di Jogja ini jatuh pada hari Selasa. Pengunjung tidak seramai di week-end. Serasa di private beach..

Fyi, GPS yang kami atur menuju Pantai Sundak ternyata mengarahkan pagi kami di Pantai Indrayanti. Bukan Pantai Indrayanti, namun pantai kecil yang berada di balik tebing Pantai Indrayanti. Tidak masalah, mau Indrayanti atau Sundak..


View pantai kecil sebelah Pantai Indrayanti

View dari puncak tebing di Pantai Indrayanti

Inspirasi gaya heuheu

Nah ini di tebingnya yang ada di Pantai Indrayanti

Jogja udah bikin gue jatuh cinta..

Tidak hanya private beach pagi itu. Malamnya, setelah bersih-bersih badan dan sedikit melepas lelah setelah seharian 'mantai' di homestay, kami langsung memburu suasana Jogja di malam hari. Nah, buat kalian yang ke Jogja, jangan sampai ketiduran ya setelah Isya' sampai jam 00.00. Disinilah romantisnya Jogja.

Malam itu kami pergi ke Tempo Del Gelato, cafe favorit mahasiswa karena selain sedang hitz, Tempo Del Gelato memang juara rasanya. Gelatonya lembut dan varian rasanya juga beragam, mulai dari yang manis sampai yang asam seperti rasa kiwi yang gue beli malam itu. Buat kalian yang suka sekali fotografi, boleh banget membawa kamera kesini, tidak dipungut biaya apapun. Kalau kemarin, tujuan gue dan tim mampir ke Tempo Del Gelato bukan untuk berfoto-foto, tapi ya untuk mencoba bagaimana sensasi dingin dan lembutnya Gelato disitu. Sambil menyantap Gelato, kami semua hanyut dalam permainan handalan bocah millenial saat ini, Uno.

Selesai menggigil kedinginan di dalam Tempo Del Gelato, kami melanjutkan makan malam dengan menyantap bakmi favorit gue dan Devi, partner saving money through business. Melalui GPS, Bakmi Kadin kami temukan. Inspirasi makan malam itu datang dari Bude Devi yang suka sekali makan disitu. Bukan restoran, bukan kaki lima, tapi rasa bintang lima. Harganya juga standar, sekitar 20.000 per porsi dengan ukuran porsi yang luar biasa banyak. Gue sarankan, jika kesini dengan teman cewekmu yang tidak kalap soal makan, lebih baik pesan satu porsi saja. Tapi kalau kesini sama cowok, baiknya pesan sendiri-sendiri.

Sudah kenyang dengan bakmi, selanjutnya kami mendatangi tempat historis di Jogja. Belum ke Jogja kalau gak kesini. Kemana lagi kalau bukan ke Tugu Yogyakarta. Sebenarnya, setiap kali ke Jogja gue selalu melewati Tugu Jogja. Tapi, entah mengapa gue tidak pernah berhenti disitu untuk berfoto. Baru malam itu gue turun dari mobil, berhenti sejenak dan berfoto disana.

Gue merasakan hangatnya Jogja disitu. Tanpa malu, kami semua berfoto di pinggir jalan dengan background Tugu Jogja.

Usai berfoto, kami melanjutkan nongkrong malam hingga 00.00 di deretan angkringan kopi pinggiran jalan. Nah, suasana disini nih yang Jogja banget. Banyaknya deretan angkringan disana yang bisa kalian pilih. Pilih saja yang memang nyaman, soal harga menurut gue semuanya sama. Sambil minum kopi anget, jangan lupa dengarkan bising-bising kecil orang nongkrong yang lagi ngobrol satu sama lain. Jangan lupa juga sisihkan recehan untuk pengamen malam yang nyamperin angkringan satu per satu sambil menyanyikan lagu-lagu keroncong.

Begitulah Jogja. Berani menawarkan cintanya, dan berhasil merenggut hati para pendatangnya. Setiap sudutnya memberi kekhasannya sendiri.

Temen gue ada yang bilang. Boleh jatuh cinta dengan Jogja, tapi jangan jatuh cinta sama orang pas di Jogja. Bahaya kalo tau-tau sakit disakitin, kamu gak akan pergi ke Jogja lagi karena kenangannya selalu membawa perasaan kita teringat lagi dan lagi. Salah satunya gue.. Meskipun gue belum jatuh cinta dengan seseorang di Jogja.

Sekian. Kalau kalian ada yang kepo gimana kronologis trip gue, bisa cek di instagram pribadi gue @nisrindul, dan cek di highlight gue dengan judul "Jogja Trip"

Hati-hati dengan Jogja, bisa bikin jatuh cinta dan susah lupa..

KEMANA KAMU BISA JALAN-JALAN DI JAKARTA HANYA DENGAN 100 RIBU?

photo by Nisrina Khoirunnisa diambil di jembatan penyebrangan depan Pasar Baru, Jakarta Pusat Tepat tulisan ini dibuat, wabah virus c...