Dulu waktu gue kecil, idaman gue adalah menjadi seorang
pekerja karir yang sering gue liat di TV. Seorang pekerja kantoran, berpakaian
jas rapi, rambut rapi, pake heels, dan berhadapan dengan laptop. Beranjak dari
masa kecil, memasuki masa SMA, gue juga berpikir, sepertinya dunia itu ga cuma di
Kendal-kampung halaman-gue saja. Tapi, banyak banget tempat lain yang menarik
untuk dikunjungi. Itu lah alasan kenapa gue tidak mau bersekolah di sekitar
Jawa Tengah. Gue ingin mengenal kehidupan yang baru, yang dekat dengan ibu
kota. Kehidupan yang gue kenal dengan keglamorannya, kemewahannya, dan
keseruannya. Pokoknya segala hal yang meriah dan mewah selalu tergambar di
benak gue dan membuat hati ini tergerak untuk merantau.
Hingga saatnya tiba, ternyata Tuhan benar-benar memberi gue
kesempatan untuk jauh dari orang tua. Gue senang kala itu. Wah, gue akan pergi
ke Bogor. Gue akan bersekolah ke Bogor. Alasan gue untuk mengenal dunia
tercapai sudah. Mengemban ilmu ke kota orang. Kota yang bukan lagi dekat dengan
kampung halaman gue, bahkan sudah berbeda suasana baik dari geografis, suku,
hingga sosialnya. Gue senang banget saat kelak akan ada orang yang bilang “Wah
ada orang jauh nih, dari Bogor”. Ya, gue benar-benar berpikir bahwa merantau
akan seindah itu.
Tapi, ternyata tidak semudah itu merantau. Banyak hal yang
gue sesali kemudian karena gue sudah memilih jauh dari orang tua, bahkan
meninggalkan semua kenangan gue di kampung halaman. Gue akan pergi dari
rutinitas sehari-hari di kampung halaman, dan yang lebih menakutkannya adalah
gue harus hidup mandiri dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Lingkungan yang
bahkan, gue gatau apakah ini akan baik untuk hidup gue ke depan. Berat banget,
banget. Cuma, gue ga bisa menyerah gitu aja. Gue ga mungkin menyia-nyiakan
amanah dari orang tua gue. Mereka telah mempercayai gue untuk merantau. Itu
artinya, tantangan merantau ini dimulai.
Awalnya, gue sering sedih-sedihan. Walau ga terbesit secara
langsung dengan menangis dan sebagainya, tapi gue merasakan beratnya merantau.
Sebagai perantau dari kampung kecil, gue mencoba untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru. Gue mulai mengubah kepribadian gue. Yang awalnya gue cuek, gue
harus bisa mengubah kebiasaan cuek itu dengan lebih peka terhadap sekitar. Ini
ga mudah banget. Di rumah, gue terbiasa dengan malas-malasan dan ga peduli.
Tapi di perantauan, semuanya itu benar-benar harus gue mulai dari 0. Gue ga cuma
peka dengan lingkungan fisik seperti kebersihan kamar (walau ini masih susah
ya), tapi juga harus peka dengan lingkungan sosia. Gue harus menjadi seseorang
yang ramah. Dan itu tidak mudah.
Kalau orang bilang, “Kenapa sekolah jauh-jauh?”, sekarang
gue bisa menjawab. Gue mendapatkan suatu perubahan. Mungkin tidak bisa dilihat
orang lain karena mereka tidak melihat perubahannya. Tapi, gue merasakannya
sendiri. Gue jadi terbiasa untuk peka, lebih ramah, suka menolong, dan rendah
hati. Bukan pencitraan, tapi gue berpikir kalau, kepribadian gue baik, maka
kelak gue akan menuainya. Apalagi gue seorang perantau, gue jauh dari orang
tua, dan pertolongan dalam segala situasi kondisi bisa saja gue butuhkan dari
orang lain. Itulah mengapa berbuat baik kepada siapapun harus dilakukan, karena
segala buahnya akan kita petik di saat tak terduga.
Oh ya, gue suka merantau, apalagi saat naik kereta, bikin
status di media sosial dan ternyata banyak orang-orang yang pay attention dengan bilang “take care Nins”, “nina hati-hati beb”, atau
“wah udah balik lagi aja”. Gue suka semua itu. Orang bijak juga bilang kan, “nikmati
aja prosesnya”. Yap, proses merantau dengan naik kereta ini juga jadi bagian
yang gue suka. Gue jadi paham gimana kereta api bekerja, ada apa saja
fasilitasnya, jadi hafal nama-nama kereta hingga jadwalnya, dan pengalaman sholat
di kereta tanpa hadap kiblat karena keadaan genting, itu semua gue suka. Saat
orang lain takut naik kereta sendirian, gue justru suka menikmati perjalanan
naik kereta sendirian, menghadap jendela dan melihat perjalanan luar sana
dengan berbagai pemandangan. Gue suka setiap merantau atau balik dari
perantauan, apalagi dengan naik kereta.
Hal istimewa lain dari merantau adalah gue yang takut sama stranger, sekarang gue jadi berani
interaksi dengan siapapun. Gue adalah tipe orang yang scanning. Meski gue berani berbicara atau bertanya dengan siapapun,
bukan berarti gue bertanya tanpa berpikir. Merantau bikin gue paham kalau jenis
orang itu banyak banget dan gue sebagai seorang yang hobi scanning, jadi bisa memilah-milah mana stranger yang tepat untuk gue tanyakan suatu hal saat di
perjalanan. Merantau jadi bikin gue pede untuk bertanya..
Apa lagi ya istimewanya merantau? Next di part 2 J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar