“Kita
ga pernah tau kapan pelangi akan muncul kembali, entah hujan turun atau tidak,
mungkin panas justru yang menghampiri. Tapi percayalah, jika dia tidak muncul
di langit, mungkin dia akan muncul di hati setiap insan yang sedang dirundung
kegelisahan, kesedihan, dan hati yang tidak menentu.”
Hallo, readersku yang
budiman! Tiba-tiba terbesit sekali siang ini aku berniat untuk menulis di blog
tercintah. Tidak perlu menebak atau bertanya kenapa, aku sedang dirundung
masalah. Yaa seperti caption diatas. Okey, sedikit pengantar kenapa aku bersedih
siang ini.
Hari ini, Selasa, 1
November 2016, pukul 13.30 WIB tadi, baru saja aku mendapatkan informasi soal
nilai ujian tengah semester salah satu mata kuliahku, yaitu Pengantar Ilmu
Kependudukan. Aku terkejut sekali melihat nilaiku, yakni tertera 64. Okey itu
buruk sekali. Yang lebih buruknya lagi adalah, mata kuliah yang ini
satu-satunya mata kuliah yang kugemari sekali untuk dipelajari. Hampir seluruh
materinya selesai kupelajari. Bukan apa-apa, tapi karena faktor dosen yang
mengajar enak, dan materinya juga menarik bagiku, membuatku terpacu untuk
mendalami mata kuliah ini. Tapi tidak disangka-sangka, tidak dinyana-nyana (Apa
ini hmm), aku mendapat nilai di bawah yang kuharapkan. Well, tidak aku saja
mungkin yang dirundung kesedihan. Hampir 80% kawan satu jurusanku juga
mendapatkan nilai serupa denganku, atau malah dibawahku. Tidak paham sekali aku
dengan kejadian siang ini.
Lalu, entah kenapa,
kesedihan itu sungguh-sungguh melandaku, hingga mengantarkanku menuju laptop
unguku dan membuatku membuka word dan menuliskan serentetan tulis alay ini.
Well, sebenarnya bukan salah dosen atau salah Tuhan jika nilaiku jelek.
Sepertinya kesalahan mutlak terletak padaku. Bercermin kembali di beberapa
minggu terakhir sebelum UTS, memang kuakui aku kurang belajar. Seperti pada
postingan blogku yang berjudul “Pelangi Indah Itu, Bukan Dari Materi”, aku
banyak disibukkan dengan berbagai kegiatan perkuliahan seperti mengerjakan
tugas yang tiada habisnya, rapat kepanitiaan yang tiada kelarnya, dan berbagai
kegiatan mahasiswa yang tidak terkontrol. Aku paham semua itu membawa
kepositifan yang besar untuk masa depanku, terutama di dunia kerja nanti. Tapi
dengan kondisi nilaiku yang seperti itu, membuatku untuk mengurungkan kembali
kesibukan-kesibukan itu. Maksudku disini adalah, mengurangi kegiatan-kegiatan positif itu, dan kembali menjadi mahasiswa yang benar-benar ‘belajar materi’.
Mungkin semacam ‘kupu-kupu’, but it’s okay.
Karena sesungguhnya aku
juga pergi merantau ini untuk kedua orang tua. Walaupun mereka tidak pernah
berkata “Nina, kamu harus sukses dan kasih uang banyak ke ibu dan bapak”, tapi
aku ingin perkataan itu kuwujudkan tanpa mereka mengatakan. Statusku sebagai
mahasiswa sekarang ini tidak bisa memberi lebih, apalagi uang ratusan ribu
untuk mereka. Satu-satunya hal yang bisa kupersembahkan bagi mereka adalah
nilai-nilai kuliahku.
Mungkin kalian sebut
aku labil. Postinganku yang lalu mengatakan, belajar tidak hanya dari materi,
namun sekarang justru kebalikannya. Aku tidak tau guys, apa yang terjadi
sekarang. Tapi yang jelas, semua ini akan membawa kebaikan bagiku.
Pesan yang akan
kubagikan pada kalian, adalah :
“Kesuksesan seseorang
bisa didapat dari materi atau tidak. Yang harus dipilih adalah, lakukan apapun
itu sebaik mungkin. Kesuksesan tidak didapat hanya dari satu bidang yang
dipelajari saja. Semangatlah!”
Kalian, jangan bersedih
hati jika dapat nilai 64 atau semacamnya. Tetaplah berusaha untuk jadi yang
terbaik, bawa nilai bagus, ilmu lebih, pengalaman kegiatan yang positif, semua
pasti ada hasilnya, walau tidak tau kapan. Seperti pohon, daun dengan rantingnya yang bercabang, tapi mereka sukses menjadi pohon menjulang tinggi langit biru. Dan pelangi, yang senantiasa berwarna dan tak pernah lelah, walau selalu menjadi pereda yang dibutuhkan saat kesedihan tiba.
Sekian.